
Sudah tujuh belas tahun lebih saya me¬¬li¬hat dunia dengan bantuan kaca¬ma¬ta. Beberapa tahun terakhir ini saya makin sa¬dar akan risiko-risiko yang mungkin mun¬¬cul karena kondisi mata saya—ke¬mung¬¬kinan lepasnya lensa mata, meni¬pis¬nya kornea, maupun kebutaan. Kesadaran ini mengubah kehidupan saya. Setiap pa¬gi, saat saya membuka mata dan melihat ba¬¬yang-bayang kabur, saya bersyukur da¬lam hati. “Tuhan, terima kasih.
Saya ma-sih bisa melihat”. Saya tahu, ada ke¬mung¬kin¬¬an saya bangun dan tak dapat melihat apa pun. Jadi, saya sangat bersyukur apa¬bi¬la ha¬¬ri ini saya masih bisa melihat, mes¬ki de¬ngan keterbatasan. Terkadang Tuhan mengizinkan kita un¬¬tuk menyadari, bahkan mengalami kera¬¬¬puh¬an hidup dan ketidakberdayaan, supaya Dia dapat menun¬juk-kan kasih-Nya kepada kita. Demikian pula saat menghadapi ta¬hun yang baru. Kerap kali kita menjadi pesimis di tengah terpaan kri¬sis eko¬nomi global, krisis pangan, perubahan iklim, atau bayang-ba¬yang PHK. Di tengah kesesakan hidup, mungkin kita berpikir bah¬wa Tuhan “sengaja ingin membuat kita menderita”.
Namun, itu ti¬dak benar. Tu¬han berfirman kepada bangsa Israel melalui Nabi Yesaya bah¬wa “Tuhan menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan ka¬sih-Nya ke¬pada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi ka¬mu” (ayat 18). Yang perlu kita lakukan adalah bertobat dan tinggal di¬am; ting¬gal tenang dan percaya (ayat 15). Sementara menghadapi segala kerapuhan hidup atau berbagai an¬¬caman yang menghadang, kita dapat memegang janji Tuhan. Bah¬¬wa Dia menanti-nantikan saat untuk menunjukkan kasih-Nya, me¬¬lalui apa pun yang terjadi
BERKAT TUHAN TERLALU BESAR HINGGA APA PUN YANG MENIMPA, KITA AKAN SELALU TEGAR
(Grace Suryani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar